Saat sebelum Bunuh 3 Polisi Lampung- Selain mempunyai senapan bawah tangan buat menewaskan 3 polisi Lampung, tersangka Bazarsah sempat dipenjara.
Saat sebelum menembak mati 3 polisi Lampung, kehidupan Kopral 2 Bazarsah kencana69 engket dengan kepemilikan senjata api bawah tangan. Ia juga nyatanya mendapatkan amunisi runcing dari mencuri di tengah bimbingan menembak di batalyon.
Senjata api bawah tangan serta amunisi jarahan inilah yang membuat Bintara Pengajar Dusun Rayon Tentara 0427- 01 atau Pakuan Istri raja itu merasa superior dalam mengalami siapa juga yang coba mengusik arena pertaruhan yang dikelolanya.
Kelakuan” koboi” Bazarsah terbongkar dalam sambungan konferensi pembantaian 3 polisi Lampung di Majelis hukum Tentara I- 04 Palembang, Senin( 14 atau 7 atau 2025). Dikala menanggapi persoalan regu Oditurat Tentara I- 05 Palembang, terdiri dari Letnan Kolonel Chk Zarkasi serta Utama Chk Lismawati, Bazarsah yang jadi tersangka berkata dirinya menembak mati 3 polisi Lampung dengan senjata api keselarasan jauh. Senjata itu didapat dari kawan satu angkatan pembelajaran tentara yang bernama Kopda Zeni Erwanta( almarhumah) pada 2018.
Awal mulanya, senjata dipinjamkan pada Bazarsah. Tidak hanya senjata, Bazarsah juga dipinjami magasin yang terisi amunisi runcing kelas 5, 56 mm( milimeter). Tetapi, Bazarsah tidak ketahui benar apa tipe senjata itu. Zeni cuma sempat mengantarkan kalau senjata itu rakitan, beberapa dari SS1 Pindad serta beberapa dari senapan serang FNC.” Semenjak dini, memanglah telah sedemikian itu kondisi senjata itu,” ucap Bazarsah.
Dikala hendak dikembalikan, Bazarsah terjebak permasalahan kepemilikan senjata api rakitan tipe beceng FN serta revolver dan 3 biji amunisi kelas 9 milimeter pada Agustus 2018. Akhirnya, ia didiagnosa bui 6 bulan. Sehabis leluasa, Bazarsah berterus terang mau memulangkan senjata pinjaman pada Zeni. Nyatanya, Zeni telah tewas sebab ditusuk seorang.
Kesimpulannya, Bazarsah menaruh senjata kanibalan itu. Dikala Zarkasi menanya, mengapa tidak memberi tahu kehadiran senjata itu pada kesatuan, Bazarsah menanggapi dirinya tidak berani melapor sebab lebih dahulu sempat terjebak permasalahan kepemilikan senjata api rakitan.” Iya, aku tidak informasi sebab khawatir kedapatan( balik diproses hukum),” cakap Bazarsah.
Sepanjang memahami senjata itu, beliau berterus terang memakainya sesekali buat mencari. Setelah itu, beliau nyaris senantiasa bawa senjata itu buat mengamankan arena pertaruhan yang dibukanya bersama Panglima Subrayon Tentara 0427- 01 atau Pakuan Istri raja Pembantu Letnan Satu Yun Hery Lubis semenjak Juli 2023.” Tiap penajaan gambling, senjata itu senantiasa dibawa. Tetapi, kadangkala cuma ditaruh di mobil, kadangkala dibawa ke arena,” ucap Bazarsah.
Tujuan Bazarsah bawa senjata itu ke arena pertaruhan yakni buat mengancam orang supaya tidak membuat ketegangan. Alasannya, bagi Bazarsah, arena pertaruhan itu amat rentan mencuat ketegangan. Jika terjalin ketegangan, terdapat orang yang adu jotos dengan memakai senjata runcing atau senjata api.
” Apalagi, Abang Lubis sempat nyaris ditujah( ditikam) seorang dikala terdapat ketegangan di arena. Tetapi, dikala aku tiba bawa senjata itu, orang itu tidak berani menujah Abang Lubis,” ucap Bazarsah.
Walaupun berterus terang cuma buat mengancam orang, Bazarsah tidak menyangkal dikala Zarkasi menanya apakah beliau hendak menembak orang yang mau menusuk Lubis jika penancapan itu terjalin.” Jika Lubis betul- betul ditujah, Kerabat( Bazarsah) tentu senantiasa hendak bertembakan pelakunya, kan? Tetapi, sebab tidak jadi ditujah, sebab itu Kerabat tidak jadi menembak, kan?” pertanyaan Zarkasi yang diiyakan oleh Bazarsah.
Mau memiliki
Dikala dicecar persoalan oleh Lismawati, Bazarsah berterus terang telah menguasai kalau kepemilikan senjata api bawah tangan memiliki akibat hukum yang berat. Terlebih Bazarsah mempunyai riwayat dipenjara sepanjang 6 bulan sebab permasalahan kepemilikan 2 beceng rakitan serta amunisi tajamnya.
Biarpun begitu, Bazarsah berargumen tidak memiliki opsi buat mengembalikan senjata kanibalan itu sebab pemiliknya, Zeni telah tewas. Hendak namun, sehabis kesekian kali ditanya Lismawati, Bazarsah kesimpulannya tidak menyangkal kalau memanglah terdapat hasrat buat mempunyai senjata itu.” Iya benar, aku pula mau memilikinya,” kata Bazarsah.
Lismawati juga luang tidak yakin kalau Bazarsah cuma memakai senjata kanibalan itu buat mengancam orang di arena pertaruhan. Liswamati beriktikad kalau senjata itu sudah tingkatkan keyakinan diri Bazarsah alhasil merasa superior dalam mengatur pertaruhan itu.
Teruji, senjata itu senantiasa terpasang magasin yang bermuatan penuh amunisi runcing serta tidak terkunci. Maksudnya, senjata itu sedia dipakai bila saja.
Tidak hanya itu, kala mengikuti suara tembakan ketika regu kombinasi Polsek Negeri Hati serta Polres Way Kanan menggerebek arena perjudiannya di Umbul Karang Merjan, Negeri Hati, Way Kanan, Lampung, 17 Maret 2025 petang, Bazarsah tidak langsung angkat kaki semacam 200- an orang lain yang terletak di posisi pertaruhan.
Seusai mengikuti suara tembakan itu, Bazarsah lebih dulu memohon senjatanya dari saksi 4, Ivandri Syafria. Kemudian, Bazarsah berani menembak mati 3 polisi Lampung.
Deretan korbannya yakni yang awal Bintara Bagian Binmas Polsek Negeri Hati Ajun Inspektur 2 Anumerta Petrus Apriyanto, yang kedua Kepala Polsek Negeri Hati Komisaris Anumerta Lusiyanto, serta yang ketiga badan Satreskrim Polres Way Kanan Brigadir Satu Anumerta Meter Ghalib Surya Ganta.
Tetapi, Bazarsah menyangkal dakwaan itu. Ia berkeras hati kalau dirinya menembak 3 polisi Lampung itu sebab belingsatan serta merasa rawan. Ia menyangka terdapat serbuan ataupun tembakan yang membidik pada dirinya.” Aku rawan sebab terdapat tembakan ke arah aku,” tutur Bazarsah.
Mengikuti balasan Bazarsah, Lismawati menerangkan kalau tidak terdapat tembakan ke arah Bazarsah saat sebelum ia menembak mati Petrus. Tembakan ke arah Bazarsah terkini timbul sehabis ia menembak mati Petrus.
” Kerabat ditembak sebab Kerabat menembak mati polisi lebih dulu. Itu membuat kawan korban berupaya mematahkan Kerabat,” tutur Lismawati yang membuat Bazarsah senyap.
Lewat persoalan acuman daya ketetapannya, Kapten Chk Kepercayaan Rohiman, Bazarsah menguatkan alibinya hal pemakaian senjata kanibalan itu. Bazarsah mengantarkan, senjata itu tidak senantiasa dibawa dengan cara berterus terang ke arena pertaruhan. Senjata itu kadangkala cuma ditaruh dalam mobilnya yang terparkir di posisi pertaruhan serta kadangkala dibawa ke posisi itu. Hendak namun, dikala dikeluarkan, senjata itu juga tidak senantiasa menempel di badannya, namun kadangkala dipegang orang lain serta kadangkala cuma ditaruh saja.
” Senjata itu aku keluarkan jika terdapat orang yang dapat memegangnya, dapat sahabat orang awam ataupun sahabat sesama badan Tentara Nasional Indonesia(TNI). Jika tidak terdapat yang dapat memegangnya, aku tidak keluarkan senjata itu. Aku sendiri tidak dapat senantiasa menggenggam senjata itu sebab aku padat jadwal mengurus arena serta turut bertaruh,” tutur Bazarsah.
Juri badan Utama Chk( K) Endah Wulandari coba menggali data dari mana Bazarsah mendapatkan amunisi runcing 5, 56 milimeter buat senjata kanibalannya. Bazarsah berkata, awal mulanya, amunisi itu diperolehnya dari Zeni. Sehabis amunisi itu habis dipakai buat mencari, Bazarsah mencari amunisi terkini dari bimbingan menembak teratur tiap 3 bulan sekali di batalyon.
Bazarsah mengakulasi amunisi yang terguling dikala bimbingan teratur itu. Ia tidak memungkiri kalau dengan cara ketentuan, perbuatannya itu dilarang.” Dengan cara ketentuan, itu tidak bisa( mengutip amunisi sisa bimbingan). Seharusnya, amunisi sisa bimbingan itu dikembalikan ke bangunan kesatuan,” tutur Bazarsah pada Endah.
Mengikuti uraian Bazarsah, juri pimpinan sekalian Kepala Majelis hukum Tentara Palembang Kolonel Chk Fredy Ferdian Isnartanto naik pitam. Fredy tidak habis pikir kepada sikap Bazarsah. Di sisi lengket dengan riwayat kepemilikan senjata api bawah tangan, Bazarsah juga dikira berani buat mengutip amunisi dalam bimbingan teratur itu.
” Aksi Kerabat( Bazarsah) amat parah. Seperti itu yang kerap membuat amunisi dijual bawah tangan ke golongan ilegal, semacam OPM( Badan Papua Merdeka). Amunisi yang dijual bawah tangan itu biayanya dapat menggapai Rp 1 juta per biji. Itu ancaman sekali sebab dari amunisi itu, OPM memakainya buat menembak rekan- rekan kita( gerombolan Tentara Nasional Indonesia(TNI)),” tutur Fredy.
Berikutnya, Fredy coba menanya lebih perinci gimana metode Bazarsah memperoleh amunisi itu. Bazarsah menanggapi kalau amunisi itu disembunyikannya di kantung. Ia berterus terang pengecekan tidak senantiasa dicoba alhasil amunisi itu dapat lulus dibawa ke luar posisi bimbingan.” Kadangkala, kita tidak ditilik,” ucap Bazarsah.
Mengikuti balasan itu, Fredy tidak yakin. Alasannya, pengecekan kencang tentu dicoba saat sebelum serta setelah bimbingan.” Pengecekannya, kan, amat kencang. Kenapa, dapat Kerabat merahasiakan amunisi itu?” tutur Fredy yang membuat Bazarsah bergeming.
Setelah itu, Fredy menanya berapa banyak amunisi yang dicuri Bazarsah dari posisi bimbingan. Fredy beranggapan Bazarsah mencuri banyak amunisi sekalian dari tiap bimbingan. Tetapi, Bazarsah mengelak. Ia mengatakan, dirinya cuma mengutip satu- dua amunisi tiap bimbingan.” Aku tidak mengutip sekalian, Yang Agung. Aku cuma ambil satu ataupun 2 biji timah panas tiap bimbingan,” jawab Bazarsah.
Dikala diungkit hal beberapa amunisi yang diterima dari rumahnya sehabis digeledah oleh Detasemen Polisi Tentara II atau 3 Lampung, ialah 1 biji amunisi karet kelas 5, 56 milimeter, 2 biji amunisi hampa 5, 56 milimeter, 1 biji amunisi runcing 9 milimeter, 3 berangus amunisi 5, 56 milimeter, serta 4 berangus amunisi 9 milimeter, Bazarsah luang berterus terang tidak mengenali pertanyaan benda fakta itu.
Fredy berspekulasi kalau Bazarsah sedang merahasiakan senjata bawah tangan yang lain, antara lain beceng. Alasannya, amunisi kelas 9 milimeter umumnya dipakai buat beceng FN atau revolver. Bazarsah sempat kesandung permasalahan hukum terpaut kepemilikan 2 senjata api rakitan dengan tipe itu.
Atas dakwaan itu, Bazarsah berjanji kalau dirinya tidak lagi menaruh senjata api bawah tangan tidak hanya senjata kanibalan. 2 senjata api rakitan, beceng FN ataupun revolver, sudah diserahkannya pada yang berhak dikala dirinya diproses hukum yang berakhir putusan 6 bulan bui.” Untuk Allah, aku telah serahkan senjata itu, Yang Agung,” ucap Bazarsah.
Fredy coba kesekian kali menanya mengapa beberapa amunisi itu ditemui dari rumah Bazarsah. Fredy mau Bazarsah menjawabnya dengan cara jujur. Jika tidak, balasan dusta Bazarsah malah dapat jadi bumerang buat dirinya atau keluarganya. Kesimpulannya, sehabis lalu didesak Fredy, Bazarsah coba mengganti balasan kalau mungkin amunisi itu terdapat di rumahnya.
Kenyataan konferensi itu membuktikan Bazarsah tidak sempat kapok kepada aksi melanggar hukum, paling utama hal kepemilikan senjata api serta amunisi dengan cara bawah tangan. Hendak namun, peribahasa sudah menegaskan kalau sepintar- pintarnya orang menaruh buntang, tentu baunya hendak tericum pula.
Saat ini, Bazarsah terserang batunya atas kepemilikan senjata serta amunisi panas itu. Bukan cuma jadi bencana yang membunuh 3 polisi Lampung, senjata serta amunisi itu pula yang kesimpulannya membawakan kodrat Bazarsah di akhir cula ganjaran mati.