Polisi Penembak Siswa di Semarang Dituntut 15 Tahun Penjara- Aipda Robig Zaenudin, yang menembak 3 siswa di Semarang, Jateng.
Ajun Inspektur 2 Robig Zaenudin dituntut 15 tahun bui di Majelis hukum Negara Semarang kencana69, Jawa Tengah, Selasa( 8 atau 7 atau 2025). Beskal penggugat biasa mengatakan, tidak terdapat keadaan yang memudahkan badan Polrestabes Semarang itu selaku estimasi dalam mengajukan desakan.
Lebih dahulu, Pekan( 24 atau 11 atau 2024) dekat jam 00. 20 Wib, Robiq diucap menembak 3 siswa Sekolah Menengah Kejuruan(SMK) di Kota Semarang, Jawa Tengah. Lokasinya di depan suatu minimarket di Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang.
Dikala peristiwa, Robig membebaskan 4 tembakan. 2 timah panas mendobrak badan Gamma Rizkynata Oktafandy( 17). Gamma berpulang. Sedangkan 2 korban lain, ialah S serta A, yang sedang di dasar baya, mengidap cedera pada dada serta tangan kiri.
Sehabis pelacakan serta investigasi di kepolisian berakhir, permasalahan itu dilimpahkan ke Kejaksaan Negara Kota Semarang, Kamis( 6 atau 3 atau 2025). Permasalahan ini lalu dilimpahkan ke PN Semarang serta disidangkan buat awal kali pada Selasa( 8 atau 4 atau 2025).
Dikala membacakan desakan, JPU Sateno berkata, sepanjang sidang tidak terbongkar alasan- alasan yang bisa menghapuskan aksi Robig, bagus pembenar ataupun toleran.
” Oleh sebab itu, aksi tersangka bisa dipersalahkan ataupun dipertanggungjawabkan,” tutur Sateno.
Robiq diucap melaksanakan perbuatan kejahatan kekerasan kepada anak yang menyebabkan kematian serta melaksanakan kekerasan kepada anak yang menyebabkan luka- luka. Perihal itu diatur dalam Artikel 80 Bagian 3 serta 1 Hukum No 35 Tahun 2014 mengenai Proteksi Anak.
” Menjatuhkan kejahatan bui pada tersangka Robig sepanjang 15 tahun, dikurangi sepanjang terletak dalam narapidana dengan perintah biar tersangka senantiasa ditahan serta menjatuhkan kejahatan kompensasi Rp 200 juta subsider 6 bulan bui,” ucapnya.
Bagi Sateno, grupnya memikirkan beberapa perihal dalam mengajukan desakan itu. Keadaan yang membebankan, Robig selaku badan Polri sepatutnya mencegah serta mengayomi warga.
Setelah itu, aksi Robig yang menyebabkan satu anak tewas serta 2 anak cedera berat pula ditaksir membebankan.” Tidak terdapat perihal yang memudahkan,” cakap Sateno.
Juri Pimpinan Mira Sendangsari lalu menanya pada Robig hal terdapat tidaknya advokasi yang hendak di informasikan. Robig menanggapi, akan mengajukan advokasi. Ia memohon durasi menata advokasi sepanjang 2 minggu.
Menyikapi perihal itu, Mira memohon supaya durasi kategorisasi advokasi disingkat jadi satu minggu. Sebabnya, supaya sidang masalah itu dapat kilat beres.
” Jadi, sidangnya aku mengundurkan, Selasa, 15 Juli 2025. Acaranya, advokasi advokat hukum tersangka serta ataupun tersangka,” tutur Mira.
Keluarga korban
Keluarga almarhum Gamma ikut muncul dalam sidang. Andi Prabowo, papa Gamma, mengapresiasi desakan JPU. Walaupun tidak cocok dengan impian keluarga Gamma supaya Robig dihukum mati ataupun dipenjara sama tua hidup, desakan beskal ialah 15 tahun bui ditaksir Andi lumayan bijak.
” Kita berambisi esok juri dapat menjatuhkan ganjaran yang maksimum, semacam yang dituntutkan beskal,” ucap Andi.
Sedangkan itu, pengacara keluarga Gamma, Zainal Abidin Petir, memperhitungkan, JPU berperan handal sebab sudah mengajukan desakan maksimum. Zainal pula mengapresiasi ketetapan JPU yang tidak melibatkan keadaan memudahkan dalam mengajukan desakan.
” Beskal mengantarkan kalau perihal yang memudahkan tersangka tidak terdapat. Bagi aku,( ini berarti) beskal tidak diintervensi,” cakap Zainal.
Tidak hanya permasalahan kejahatan yang tengah berjalan, keluarga Gamma, diucap Zainal, pula membutuhkan supaya Robig diproses dengan cara etik di kepolisian. Lebih dahulu, Robiq telah dijatuhi ganjaran berbentuk pemberhentian tidak dengan segan oleh Badan Isyarat Etik Polda Jateng. Tetapi, Robig mengajukan memadankan.
Sampai saat ini, konferensi memadankan tidak menyambangi diselenggarakan. Itu membuat Robig sedang berkedudukan selaku badan Polri serta menyambut pendapatan dari negeri.
” Keluarga berambisi konferensi memadankan Robig dapat lekas diselenggarakan serta permohonan bandingnya ditolak. Alhasil, betul- betul ia telah tidak jadi badan Polri lagi. Apa enggak memalukan, bahaya pidananya 15 tahun, kenapa, sedang digondeli( dipertahankan) selaku badan Polri,” tuturnya.
Kepala Aspek Humas Polda Jateng Komisaris Besar Artanto membetulkan, konferensi memadankan Robig belum diselenggarakan sampai saat ini. Sebabnya, Aspek Pekerjaan serta Penjagaan Polda Jateng sedang menuntaskan pemberkasan buat konferensi memadankan itu. Artanto belum ketahui tentu bila konferensi memadankan itu akan diselenggarakan.
” Dari Propam sedang menyiapkan administrasi konferensi bandingnya. Terpaut jika esok terdapat tetapan dari konferensi kejahatan, itu dapat jadi estimasi juri dalam konferensi memadankan,” ucap Artanto.
Konferensi permasalahan penembakan siswa oleh orang per orang polisi di Semarang merambah sesi terkini. Pada konferensi yang diselenggarakan di Majelis hukum Negara Semarang, Senin( 8 atau 7), Beskal Penggugat Biasa( JPU) sah menuntut tersangka, Bripka Hendro S, dengan ganjaran 15 tahun bui. Desakan itu dilayangkan sebab tersangka ditaksir teruji dengan cara legal serta memastikan melaksanakan perbuatan kejahatan pembantaian dengan terencana memakai senjata api kepunyaan biro kepolisian.
Insiden mengenaskan itu terjalin pada Februari kemudian, kala korban, seseorang siswa SMA bernama samaran MA( 17), berpulang tertembak dalam kejadian langlang malam yang diselenggarakan oleh dasar polisi setempat. Kejadian ini mengakibatkan gelombang amarah dari khalayak, keluarga korban, sampai penggerak hak asas orang, yang menekan penguatan hukum dengan cara tembus pandang serta seimbang.
Jalan Penembakan
Insiden berasal kala Bripka Hendro bersama kawan satu timnya melaksanakan langlang teratur di area Tembalang, Semarang. Mereka menyambut informasi masyarakat pertanyaan asumsi kelakuan balap buas di salah satu ruas jalur aturan. Dikala datang di posisi, aparat mengalami segerombol anak muda terkumpul serta membubarkan mereka.
Tetapi, kala sebagian anak muda berhamburan menjauhi aparat, Bripka Hendro melepas tembakan peringatan. Bagi cema beskal, tembakan itu tidak ditunjukan ke hawa, melainkan ke arah mendatar serta hal punggung korban yang dikala itu lagi berupaya kabur menghindar.
Korban luang dilarikan ke rumah sakit oleh masyarakat dekat, tetapi nyawanya tidak terbantu. Hasil autopsi melaporkan kalau timah panas mendobrak alat pernapasan serta menimbulkan pendarahan hebat.
“ Ini bukan kelengahan. Ini merupakan pemakaian daya yang melewati batasan. tersangka ketahui kalau tindakannya bisa berdampak parah, namun senantiasa membebaskan tembakan ke arah segerombol anak belia tanpa bahaya jelas,” ucap Beskal Fathoni dalam artikulasi desakan.
Respon Keluarga serta Publik
Keluarga korban nampak muncul dalam konferensi desakan, dengan wajah penuh marah. Papa korban, Ahmad Rizal, berterus terang belum dapat menyambut kehabisan putranya.
“ Anak aku bukan penjahat, bukan pembalap buas. Ia cuma lagi terkumpul dengan sahabatnya. Tidak sepatutnya ia mati semacam itu. Aku mau kesamarataan ditegakkan,” ucapnya sembari menahan air mata.
Di luar bangunan majelis hukum, puluhan penggerak serta mahasiswa dari bermacam badan mengadakan kelakuan rukun dengan bawa plakat bertuliskan“ Hukum Orang per orang Pembunuh”,“ Siswa Bukan Kompetitor Negeri”, serta“ 15 Tahun Tidak Lumayan buat Nyawa”.
Badan Swadaya Warga Kontras melaporkan kalau insiden ini menaikkan barisan permasalahan kekerasan petugas kepada masyarakat awam, paling utama kanak- kanak belia.“ Permasalahan ini wajib jadi momentum buat mereformasi sistem pemakaian senjata api oleh petugas kepolisian. Tidak bisa terdapat lagi yang jadi korban sebab keganasan petugas,” ucap Ketua Kontras Jawa Tengah, Rika Andani.
Advokasi Terdakwa
Dalam pembelaannya, Bripka Hendro melaporkan kalau beliau tidak mempunyai hasrat menewaskan. Beliau berterus terang cuma mau membubarkan gerombolan yang dikira mengusik kedisiplinan biasa.“ Aku menyesal, aku tidak ketahui timah panas itu hendak hal korban. Aku cuma melaksanakan kewajiban,” ucapnya dalam konferensi.
Advokat ketetapannya, Dedi Sutanto, memohon badan juri supaya memikirkan kalau kliennya tidak mempunyai hasrat kejam dan lebih dahulu mempunyai memo karir yang bagus di kepolisian.“ Ini merupakan musibah dalam kewajiban. Konsumen kita tidak sempat mempunyai permasalahan patuh sepanjang 12 tahun bekerja,” tuturnya.
Tetapi begitu, beskal memperhitungkan kalau status tersangka selaku petugas penegak hukum malah memperberat tanggung jawabnya.“ Ia dilatih, ia ketahui metode, tetapi malah menyimpang dari metode itu. Hingga hukum wajib ditegakkan,” jelas beskal.
Evaluasi Pakar serta Fakta Tambahan
Dalam sidang lebih dahulu, pakar balistik dari Puslabfor Mabes Polri mengatakan kalau posisi tembakan yang dilepaskan tersangka sekelas dengan badan orang serta tidak dalam arah lurus. Perihal ini membawa alamat kalau aksi itu tidak dapat dikategorikan selaku tembakan peringatan.
Tidak hanya itu, rekaman Kamera pengaman di dekat posisi menguatkan penjelasan saksi kalau korban tidak melaksanakan perlawanan serta malah lagi menghindar kala tembakan dilepas.
Pengacara korban, Nur Fadillah, berkata kalau bukti- bukti telah amat nyata serta desakan 15 tahun bui dikira sedang sangat enteng.“ Kita hendak lalu menjaga permasalahan ini hingga putusan dijatuhkan. Nyawa orang tidak dapat ditaksir dengan nilai, tetapi paling tidak hukum wajib berikan dampak kapok,” tegasnya.
Cara Selanjutnya
Badan juri yang dipandu oleh Pimpinan PN Semarang, Dwi Sumarsono, melaporkan kalau konferensi tetapan hendak diselenggarakan dalam 2 pekan ke depan. Beliau memohon seluruh pihak buat senantiasa hening serta meluhurkan cara hukum yang lagi berjalan.
“ Kita hendak memikirkan seluruh fakta serta penjelasan yang sudah di informasikan sepanjang sidang ini. Tetapan hendak kita bacakan dalam durasi yang sudah didetetapkan,” tutur juri Dwi.
Warga Semarang serta khalayak nasional saat ini menanti ketetapan juri, apakah putusan yang dijatuhkan hendak memantulkan rasa kesamarataan untuk korban serta keluarganya. Permasalahan ini sudah jadi pancaran nasional, mengenang pelakon merupakan petugas negeri yang sepatutnya mencegah masyarakat.
Impian buat Reformasi
Permasalahan Bripka Hendro jadi bayangan ketegangan dalam pengawasan dalam kepolisian. Dorongan kepada pembaruan institusional serta penilaian metode pemakaian senjata api terus menjadi kokoh. Komisi Kepolisian Nasional( Kompolnas) melaporkan kalau insiden ini wajib dijadikan penilaian global.
“ Tiap aparat wajib menguasai kalau bawa senjata api berarti bawa tanggung jawab atas nyawa orang. Kita mendesak supaya metode pemakaian senjata ditinjau balik serta penataran pembibitan psikologis lebih ditingkatkan,” ucap ahli ucapan Kompolnas, Rudi Hartono.
Ke depan, warga berambisi supaya kejadian seragam tidak terulang serta petugas betul- betul melaksanakan guna dukungan, bukan ancaman ataupun kekerasan.